LAUT SEBAGAI PEMERSATU KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
LAUT SEBAGAI PEMERSATU KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Melalui deklarasi
Djuanda 1945 kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan telah diterima dunia
internasional. Pengakuan tersebut semakin menguatkan bangsa Indonesia sebagai
bangsa bahari yang masa depannya di laut. Karena dilautlah sumber tumpuan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah yang dilakukan oleh kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit jauh sebelum Indonesia lahir sebagai bangsa dan negara,
kala itu masih disebut sebagai nusantara.
Melalaui biksu
keturunan China bernama Yi-Jing atau I-Tsing (635-713) kita dapat menelusuri
bukti sejarah kejayaan kejayaan Sriwijaya yang terkenal dengan navigasi
lautnya, yang akhirnya berhasil mengkolonialisasi Asia sampai ke pelosok nusantara.
Itulah 7 abad pertama dimana Indonesia yang saat itu nusantara telah berhasil
menjadi center of exelent di bidang kemaritiman.
7 abad berikutnya
disusul oleh kerjaan Majapahit yang juga telah berhasil mengkolonialisasi Asia
hingga ke pelosok nusantara. Dari kitab nagarakretagama kita
dapat memperoleh banyak informasi bagaimana wujud kemegahan keraton/kerajaan
Majapahit pada zaman pemerintahan Sri Nata Rajasanagara.
Majapahit yang saat
itu telah diyakini sebagai kerajaan masyhur dengan kejayaan maritimnya telah
diakui dunia internasional, terdapat daerah-daerah yang saat itu telah mengakui
kejayaan hegemoginya.
Menurut Denys Lombard
(2005; 39), sebagaimana dikutip oleh Abd Rahman Hamid, kerajaan Majapahit
menyelenggarakan perdagangan untuk kepentingan negara. Dimana perdagangan pada
saat itu dilakukan tidak secara bebas (Muljana, 2005; 8).
Dimana untuk mengatur
stabilitas ritme perdagangan beserta pajaknya, maka dalam birokrasi kerajaan
terdapat rakyan kanuruhan atau “kanselir” yang bertugas
mengurus pedagang asing atau saudagar-saudagar yang datang dari pulau-pulau
lain nusantara. Rakyan harus menerima para pedagang-pedagang
tersebut dengan penuh hormat dan keramahan seperti halnya ketika menerima
tamu-tamu raja. Menerima mereka, memberi makan, serta mengusahakan segala
keperluan mereka.
Karena pentingnya
komunikasi dalam tugas itu, maka rakyan harus mengetahui semua
bahasa. Dari sinilah awal mula munculnya jabatan syahbandar, yang kemudian
dikenal di sejumlah kesultanan di Nusantara. (Lombard, 2005).
SIKLUS 7 ABAD
KEJAYAAN INDONESIA
Indonesia dibawah
kepemimpinan Presiden Jokowi telah berusaha menyusun kembali rangkaian fakta
historis yang telah selama ini pudar dikalangan masyarakat Indonesia. Jokowi
menyadari sepenuhnya Indonesia negara yang maha besar, oleh sebab itu
pengelolaannya-pun harus melihat jauh kedepan melalui mimpi menjadikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD) 2045.
Sekarang kita telah
memasuki siklus 700 tahun Indonesia menguasai dunia, atau kita kenal dengan
siklus 7 abad kejayaan Indonesia. 700 tahun atau 7 abad pertama Indonesia
berjaya dibidang maritim dengan tampilnya kerajaan Sriwijaya. 700 tahun atau 7
abad berikutnya disusul oleh kerajaan Majapahit yang juga berjaya dengan
maritimnya. Sekarang kita memasuki siklus 700 tahun ketiga atau 7 abad ke tiga.
Inilah saatnya Indonesia berjaya dibidang maritimnya.
Prediksi Indonesia
akan menempati posisi ke-4 dengan perkonomian terbesar di Dunia yang
dikeluarkan oleh lembaga riset bisnis yang sangat terpandang didunia; McKinsey
Global Institute dengan judul “The Archipelago Economy; Unleasing Indonesia’s
Potential” yang dengan sangat jelas menunjukan kecenderungan akan kejayaan
Indonesia di bidang ekonomi.
Selain itu Standard
Cartered PIc juga mengungkapkan hal yang sama, dimana Indonesia akan menempati
urutan ke-4 dengan PDB terbesar didunia (10.1 Triliun U$S) setelah Amerika
Serikat (31 Triliun U$S). Sementara posisi ke-5 terbesar didunia dengan nilai
PDB (9.1 Triliun U$S) diduduki oleh Brazil.
Prediksi tersebut
tentu cukup beralasan bila kita melihat perkembangan perdagangan internasional
saat ini. Dimana lebih dari 60 persen perdagangan didunia dilakukan melalui
laut Indonesia (Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar)
dengan total perdagangan mencapai 5,3 triliun dollar A$S dengan lalu-lalang
kapal tidak kurang dari 70.000 kapal per tahun. Dengan demikian Indonesia
berpotensi untuk memainkan peran pentig dalam ajang globalisasi perdagangan
dunia.
PERADABAN BAHARI LAUT
NUSANTARA
Inilah yang tidak
banyak diketahui oleh masyarakat kita, padahal kita tahu bahwa dari lautlah
peluang terbentunya pola-pola transportasi dan jaringan kehidupan sosial dan
budaya, yang akhirnya melahirkan peradaban bahari di laut nusantara hinga
sampai sekarang, termasuk Sriwijaya dan Majapahit.
Peradaban yang
dimaksudkan disini adalah; peradaban yang mampu memperlihatkan kemajuan bangsa
yang berkarakter bahari dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Disanalah
terjadi interaksi yang melandasi pencapaian komunitas sosial dalam melahirkan
berbagai bentuk-bentuk dan kemajuan.
Hal ini mengingatkan
kita kembali pada pidato Presiden Jokowi yang pertama usai dilantik menjadi
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi mengatakan “kita harus mengembalikan
semuanya sehingga ‘Jalesveva Jayamahe’, di laut justru kita jaya, sebagai
semboyan kita di masa lalu bisa kembali”.
Dengan pidato
pertamanya tersebut, Jokowi ingin menggugah kembali jiwa bahari kita yang
selama ini terkubur dan lebih banyak berorientasi pada daratan. Hal itu tentu
bisa kita maknai telah memberikan angin segar bagi masa depan kelautan
Indonesia. Laut yang digambarkan sebagai suatu dunia bebas dan sangat terbuka,
tidak dapat dipagari ataupun di tutup. Inilah yang sebetulnya menjadi peluang
sekaligus tantangan untuk menjadikan laut Indonesia sebagai pemersatu sekaligus
memberikan kejayaan dan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia.
Tidak hanya itu,
sebagai wujud implementasi Indonesia sebagai poros Maritim Dunia, salah satunya
adalah melakukan percepatan pembangunan insfraktuktur, “Melalui percepatan
pembangunan infrastruktur, kita bangun sarana infrastruktur secara lebih merata
di seluruh Tanah Air guna memperkuat konektivitas antar wilayah dan memperkecil
ketimpangan dan kesenjangan sosial, (Ir. Jokowi)” seperti pembangunan Tol Laut
yang fokus pembangunanannya adalah untuk menyatukan wilayah Indonesia.
“Konektivitas itu
mempersatukan setiap daerah di Indonesia, mempersatukan kita sebagai saudara,
dari Aceh bisa terbang langsung ke Kalimantan sampai Papua dan sebaliknya.
Konektivitas itu membangun dari pinggiran bukan lagi Jawa sentris tapi
Indonesia sentris,” tegas Jokowi dalam salah satu pidatonya. Sehingga masihkah
kita tidak percaya bahwa laut adalah masa depan kita? Laut yang mampu
mempersatukan keberagaman dan kebangsaan kita sebagai warga negara kesatuan
Republik Indonesia?
Labels:
Perspektif